MK Dibatalkan Jika Hakim Terbukti Langgar Etik

MK Dibatalkan jika Hakim Terbukti Langgar Etik

MK Dibatalkan Jika Hakim Terbukti Langgar Etik – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) masih akan mengkaji dan mencari bukti dari pelaporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan hakim konstitusi terhadap putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres-cawapres.

Menurut Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, saat ini pihaknya belum dapat menilai apakah putusan itu dapat dibatalkan seandainya daftar sicbo online sembilan hakim konstitusi itu melanggar kode etik.

Seluruh Hakim MK Dilaporkan atas Dugaan Pelanggaran Etik, Jimly: Sejarah Umat Manusia. “Pelapor harus buktikan dahulu, bahwa pendapat dia itu benar. Belum bisa dijawab saat ini. Nanti argumennya apa? Kenapa kamu bisa yakin ini, bisa dibatalkan? Apa alasannya? Kita dengar dahulu,” ungkap Jimly Asshiddiqie di Gedung II Mahkamah Konstitusi, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (26/10/2023).

Baru dua hari bekerja sebagai Majelis Kehormatan MK, Jimly bersama dengan Wahiduddin Adams dan Bintan R Saragih masih mendalami pelaporan pelanggaran kode etik yang diajukan beberapa organisasi masyarakat.

Jimly mengaku dirinya memiliki pendapat yang tidak bisa dibagikan saat ini, jika nantinya memang ditemukan adanya pelanggaran kode etik para hakim konstitusi. “Nanti, saya punya pendapat, tetapi jangan sekarang,” kata Jimly. Jimly menekankan, dalam satu hari akan ada dua persidangan yang berlangsung dari pagi hingga sore. Para pelapor diberi kebebasan untuk membawa saksi dan ahli yang relevan dengan kasus.

Dugaan Pelanggaran Etik, Sidang terhadap 9 Hakim Konstitusi Digelar Tertutup “Kami mengizinkan para pelapor untuk membawa ahli dan saksi. Jika ada ahli dari luar negeri yang diperlukan, mereka pun diperbolehkan,” kata Jimly. Sidang terhadap sembilan hakim konstitusi yang memutus perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu akan digelar tertutup. Sementara itu, persidangan yang melibatkan para pelapor, seperti yang telah disepakati pada Kamis (26/10/2023) akan dilakukan secara terbuka. Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, mengatakan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang terbukti melanggar kode etik, dapat terkena sanksi teguran hingga pemecatan.

Peraturan MK Dibatalkan Jika Hakim Terbukti Langgar Etik

Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu menjelaskan, jenis sanksi yang dapat dijatuhkan kepada hakim MK yang terbukti melanggar etik, disesuaikan dengan jenis pelanggarannya. “Bagi yang dilaporkan itu ada beberapa jenis, ada yang sifatnya teguran, teguran ada yang lisan ada juga yang tertulis, yang terberat tentu saja pemecatan,” kata Bivitri dalam program Kompas Petang Kompas TV, Senin (23/10/2023). Peraih gelar Master of Laws di Universitas Warwick, Inggris itu mengatakan perlu melihat proses pengaduan etik yang banyak diarahkan ke MK.

“Setahu saya tidak hanya satu pengaduan etik, tapi paling tidak sudah ada empat dan mungkin akan bertambah lagi minggu ini,” jelasnya. “Itu nanti semua akan diperiksa dan sanksinya itu sesuai dengan pedoman kode etiknya MK, paling berat adalah pemecatan,” imbuhnya. Bivitri juga menyoroti dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Ketua MK Anwar Usman. Menurut dia, ada beberapa hal yang menunjukkan indikasi pelanggaran etik saat MK memutus gugatan terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Bivitri menjelaskan, pelanggaran etik yang sangat tampak adalah adanya benturan kepentingan antara Anwar dan permohonan yang diajukan pemohon mengenai pasal 169 huruf q UU Pemilu, yang menyebutkan nama Gibran Rakabuming Raka, keponakan Anwar. “Menurut saya ada, karena yang paling kelihatan adalah benturan kepentingan, antara Ketua MK dengan nama yang disebut oleh pemohon di dalam permohonannya, ini permohonan yang dikabulkan, langsung terlihat jelas,” tegasnya. “Orang yang akan mengambil keuntungan, walaupun bukan pemohon, tapi disebut namanya, itu memang keponakan dari Ketua MK, itu yang paling jelas,” imbuhnya.